Rabu, 06 Mei 2015

Cerpen takkan bertemu ibu lagi selamanya



TAKKAN BERTEMU IBU LAGI SELAMANYA

Pada suatu malam andrian si eksekutif muda, seperti biasa sibuk memperhatikan berkas-berkas pekerjaan kantor. ia sedang memepersiapkan rapat umum yang diadakan esok pagi. ketika sedang menyeleksi dokumen kantor, tiba-tiba hp nya berdering tertulis nama ibu, andrian membiarkan hp nya berdering terus menerus.
Keesokannya ketika sedang rapat ibu menghubunginya lagi kring… kring.. ia mengangkatnya karena tak mungkin membiarkan handphonenya terus berdering ketika rapat berlangsung, “hallo nak, bagaimana kabarmu disana?” sapa ibu tapi yang keluar dari mulut andrian malah “apaan sih bu, aku sedang sibuk” jawab andrian dengan nada marah. “maafkan ibu, ibu tak bermaksud mengganggumu. ibu hanya ingin menanyakan kapan kamu pulang ke bandung?” dengan rasa bersalah karena telah membuat andrian marah “lain kali aku telpon lagi” andrian tak menjawab dan malah menutup telpon tanpa ada salam.
Ibu sangat sedih anak yang ia besarkan sendiri tanpa ada seorang suami, siang malam ia bekerja agar anaknya bisa mendapatkan pendidikan terbaik dari SD, SMP, SMA hingga ke UNIVERSITAS tapi apa, setelah ia sukses di jakarta malah berbicara seperti itu dan menanggap bahwa ibunya tak lebih penting dari pekerjaannya. “mungkin ia sedang sibuk” anak wanitanya anita datang yang merupakan adik andrian. “ibu kenapa?” tanya anita “ibu tak apa nak” jawab ibu dengan pelan dan sedikit senyum, “apakah ada hubungannya dengan kak andrian?” ibu hanya terdiam dengan wajah penuh kecewa dan terkulai.
Lalu anita menelpon menghubungi andrian dan menasihati kakanya, namun itu tak merubah pendirian andrian untuk tak pulang, dan dengan sombongnya ia berkata “kakak bekerja di sini bukan untuk kakak saja tapi untukmu dan terutama ibu, harusnya kau berterima kasih karenaku kau bisa masuk SMA favorit dan melanjutkan ke universitas terbaik di bandung”. “sudahlah nak jangan ganggu ia sedang sibuk sekali” ucap ibu agar kemarahan andrian tidak semakin parah.
Satu minggu kemudian ibu menelpon, menyapa andrian dan memberi nasihat agar ia tak meniggalkan shalat dan menjaga kesehatan. lalu menanyakan hal sama kapan ia akan pulang ia ingin berfoto bersama anak-anaknya lagi-lagi ia marah dan berkata “aku sudah sukses, pekerjaanku banyak dan aku sangat sibuk sekali aku tak ada waktu untuk pulang hanya untuk berfoto keluarga” “maafkan ibu nak telah mengganggumu, akan tetapi foto itu sudah 4 tahun lalu. ya sudah ibu tutup telponnya”.
Padahal ia tak pernah mengharapkan sepeser pun uang hasil jerih payah anaknya, yang ia ingin hidup bahagia bersama anak-anaknya.
Setiap hari ibu menelpon dan jawab anaknya sama tak ingin pulang. 3 hari kemudian anita menelpon bahwa ibu sedang sakit dan dirawat di rumah sakit karena penyakit typus. ibu menginginkan andrian pulang. dalam keadaan ibunya seperti itu ia lebih mementingkan pekerjaannya dan berkata “besok aku akan pergi ke singapura untuk urusan kerja selama satu minggu aku tak bisa pulang, mungkin lain kali dan katakan pada ibu semoga lekas sembuh dan katakan pula aku telah mendaftarkannnya naik haji”. ia telah lupa masa lalu bagaimana ibunya susah payah menyekolahkannya, ia terfokus masa depan dan cita-citanya menjadi orang sukses, tinggal di rumah mewah dan membanggakan ibunya yang membuat ia lupa bahwa kehadirannya saat ini sangatlah penting dibandingkan berita bahwa ibu telah terdaftar jadi jemaah haji.
Kemudian ia pulang dari singapura dan menyetop taksi untuk pergi ke kantor, ia lega telah sampai di jakarta namun ia khawatir karena jalanan macet. andrian melihat si supir taksi muda mengangkat telpon setelah itu ia berkata dengan ramah “maaf pak, saya tak bisa mengantarkan sampai tempat tujuan karena ada urusan penting”, jalanan macet dan waktu yang mepet membuat ia marah “urusan apa itu?” “sekali lagi saya minta maaf, ibu meminta diantarkan ke rumah sakit” tanya andrian lagi “hanya karena itu kau menuurunkan ku di jalan?, saya akan membayarmu 2 kali lipat asal kau mengantarku. jika tidak akan ku pastikan kau dipecat jadi supir taksi” ancam andrian, ia mengabaikan omongan andrian “bukan saya tak butuh uang, tapi ibu buta dan sedang sakit parah. saya tak peduli itu karena bagi saya ibu segalanya ia yang merawtku saat sedang sakit bahkan ia rela menjual organ tubuhnya untuk menebus ijazah dan memasukan saya kuliah, inilah bentuk bakti saya” jawab si supir taksi.
Jawabnya sontak membuat andrian sedih dan ingat perjuangan ibu untuknya. hatinya seperti dibakar api yang teramat panas. setelah rapat, ia langsung menelpon ibu dengan penuh penyesalan, ia meminta maaf dengan mulut bergetar dan menangis. rentetan pertanyaan ibu ajukan, dan andrian berjanji akan meninggalkan pekerjaanya sejenak untuk pulang dan berfoto. mendengar itu ibu senang sekali.
Keesokan hari andrian menghubungi ibu dan mengatakan ia tak bisa pulang karena sedang sakit, ia meminta ibu dan anita pergi ke jakarta dan berfoto di jakarta. tanpa berfikir panjang ibu meng iya kan itu, pesawat menuju jakarta batal berangkat, itu tak mengurungkan niat ibu pada hari itu, akhirnya ibu dan anita pergi dengan kereta. menungggu di appartment andrian tak sabar bertemu ibu. namun kejadian buruk pun terjadi ia mendapat kabar bahwa kereta yang ditumpangi ibu tabrakan dengan kereta lain ada 37 korban tewas, dan begitu terpukul ketika ia dengar salah satunya adalah ibunya tercinta. pada saat itu andrian benar-benar tak percaya dan seakan detak jantungnya terhenti “ibu… maafkan aku” teriak andrian sambil membanting ponselnya.
Hari itu seperti kiamat baginya harus kehilangan orang yang paling ia cintai. permintaan sederhana ibu pun tak terpenuhi, masih terngiang-ngiang dalam ingatan andrian begitu perhatian ibunya “bagaimana kabarmu? apa kau sudah makan? bagaimana dengan pekerjaanmu? jangan lupa jaga kesehatan nak”, kini kata kata simpel itu terasa berarti berarti sekali.
Sore itu semuanya telah berlalu hanya tersisa penyesalan teramat mendalam. andrian tak bisa menahan sedihnya 3 bulan tak bertemu dan ketika bertemu ibunya sudah terbujur kaku dan tak bernyawa lagi. “ibu andrian mohon ampun” teriaknya dengan kencang sambil bersujud dan menangis di hadapan mayat ibunya. rumah mewah yang ia akan berikan dan tiket haji yang telah ada takkan pernah ibu rasakan karena telah tiada. teringat janjinya berfoto bersama ibu dan adiknya, ibu telah tiada ia berusaha mengabulkan itu dengan berfoto bersama anita dan menempelkan foto ibu di antara mereka.
Cerpen Karangan: Ismi Fitriyani
Facebook: Ismi Fittriyani Moekti
Nama Lengkap: Ismi Fitriyani
Umur: 15 Tahun
Kota Tinggal: Bogor





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar